MENIKMATI KULINER TUBAN : DARI KEPALA IKAN GABUS HINGGA DAGING MENTHOK.

Tidak hanya dikenal dengan batik nuansa pesisiran yang mempesona, Tuban, Jawa Timur, juga memiliki beragam kuliner yang mampu menggoyang lidah. Sebut saja garang asem endas manyung, serta becek menthok yang segar. Tak ketinggalan oleh-oleh sari laut khas Tuban.

GARANG ASEM ENDHAS MANYUNG PAK JOKO


Di siang hari yang terik, di sebuah warung sederhana di Desa Mondokan, Tuban, Jawa Timur, para pembeli terlihat tengah asyik menikmati sajian garang asem endhas manyung yang dihidangkan. Mereka terlihat lahap menyantap kepala ikan berkuah. Sampai-sampai tak peduli segala hal di sekitar mereka. Itulah gambaran suasana sehari-hari di warung makan Garang Asem Endhas Manyung Pak Joko. Endhas manyung atau dalam bahasa Indonesia berarti kepala ikan jambal. Sehari-hari, warung itu memang dipenuhi pembeli, baik dari wilayah Tuban maupun pembeli dari Jakarta yang kebetulan tengah melintas di Tuban dan menyempatkan diri mampir untuk menikmati kuliner bercitarasa segar tersebut.

Apalagi pada saat udara panas seperti saat itu, sangat cocok menikmati masakan berkuah. Selain daging ikan yang terasa gurih lembut, kuahnya pun terasa asam pedas, sehingga segarnya terasa di lidah. Karena itu, saat ingin datang ke warung ini, jangan lewat dari jam satu siang karena kemungkinan sudah habis. Warung ini berdiri sejak tahun 2010 lalu dan sejak itu pula makin hari jumlah pembelinya makin meningkat. Di Tuban sendiri, sebetulnya ada beberapa tempat yang menjual menu garang asem endhas manyung, tapi di warung inilah yang paling ramai.

Garang asem endhas manyung memang hanya menggunakan bagian kepala ikan jambal, sedangkan bagian lain lebih banyak diolah sebagai ikan asin. Ikan asin jambal sendiri memang terkenal karena dagingnya yang tebal dan empuk. Nah, bagian kepalanya kemudian dijual terpisah dengan dibuat menu endhas manyung. Ikan manyung yang dimasak garang asem itu biasanya ikan berukuran besar. Ada 3 ukuran ikan jambal yang dijual di pasaran, yakni ukuran kecil yang per kepala beratnya mencapai 0,5 kilogram, ukuran sedang dengan berat 1 kilogram, dan yang paling besar atau jumbo berukuran berat sekitar 1,5 kilogram. Harganya, yang paling kecil Rp 35.000, ukuran sedang Rp 60.000, dan Rp 80.000 untuk yang jumbo.

Meski yang dimasak hanya bagian kepala, jangan dikira isinya cuma tulang belulang. Di sela-sela bagian tulang, terdapat cukup banyak daging. Justru asyiknya makan kepala ikan itu karena menggerogori daging lembut di antara tulang-tulangnya. Saking ramainya, sehari-hari warung ini bisa menghabiskan sekitar 2 kuintal kepala ikan segar yang dipasok dari para nelayan Tuban dan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Khusus untuk hari Sabtu dan Minggu pasokannya lebih besar lagi, sebab pembeli yang datang juga makin banyak.

Kenapa garang asem di warung Garang Asem Endhas Manyung Pak Joko menjadi jujugan paling favorit di antara para penjual garang asem kepala manyung lainnya ? Ada beberapa alasan. Pertama, ikan yang dimasak di warung ini selalu ikan segar yang baru didapat dari para nelayan. Kedua, ikan pada racikan garam asem yang disajikan tidak dimasak pagi hari atau sebelum warung buka, tetapi dimasak begitu pembeli datang. Jadi, di pagi hari hanya membuat kuahnya saja. Begitu ada pembeli, baru kepala ikan dimasak bersama kuah dan disajikan dalam keadaan panas. Pembeli pun tidak perlu menunggu lama. Hanya 15 menit. Dalam satu kali memasak, hanya dibuat untuk empat sampai lima porsi. Kalau ada pembeli yang datang lagi, baru dimasak lagi, begitu seterusnya. Inilah yang membedakan masakan di warung lain yang biasanya kepala ikan manyung sudah dimasak sejak pagi hari.

Soal bumbu, sebenarnya tidak ada yang istimewa, bahkan antara warung yang satu dengan warung lainnya hampir sama, yakni bawang merah dan bawang putih, cabai, kunyit, lengkuas, serta asam segar. Hanya saja takaran satu warung dengan yang lain pasti berbeda. Perbedaan itulah yang membuat cita rasanya menjadi berbeda pula.

BECEK MENTHOK BU SUYATI


Satu lagi makanan khas Tuban adalah becek menthok. Makanan ini secara tampilan tidak beda jauh seperti kari ayam yang berkuah. Tetapi, soal rasa berbeda. Banyak orang yang sulit membedakan menthok dengan bebek. Meski habitatnya sama, tetapi secara fisik keduanya berbeda. Menthok berbulu putih dan badannya lebih bongsor, sementara bebek berbulu cokelat dengan leher panjang. Salah satu warung penjual becek menthok yang cukup dikenal di Tuban adalah Becek Menthok Bu Suyati di Jalan Bogorejo. Karena sudah berdiri sejak tahun 1998, banyak orang, termasuk yang datang dari luar kota sudah tak asing lagi dengan tempat ini.

Menurut Suyati, sang empunya warung, dahulu menu menthok jarang disukai oleh masyarakat umum. Pasalnya, kesan yang tertanam adalah menthok itu menjijikkan, rasanya amis, hingga tidak layak konsumsi. Padahal dilihat dari habitatnya, tak ada perbedaan antara menthok, bebek, serta ayam. Karena itulah, dulunya menthok hanya dijadikan tambul atau makanan pendamping bersama nasi jagung, untuk orang minum tuak. Selain itu hampir tidak ada. Tetapi dengan banyaknya orang yang merendahkan daging menthok, Suyanti justru makin tertantang mengolah daging menthok menjadi sajian yang memiliki rasa melebihi nikmat daging unggas lainnya.

Dati situ, Suyati bereksperimen menciptakan menu becek menthok yang sudah ada dengan formula bumbu hasil olahan sendiri sehingga terasa nikmat di lidah. Dan akhirnya, ibu empat anak ini memang berhasil menemukan bumbu becek menthok yang enak, termasuk cara agar daging menthok tidak amis, empuk, dan gurih. Di antaranya, setelah daging menthok dibersihkan, dipotong-potong kemudian direbus di dalam air panas yang diberi daun serai dan daun jeruk supaya tidak amis, serta ditambahi kemiri dan bawang putih yang ditumbuk. Tujuannya agar daging lebih gurih dan lembut. Setelah ditiriskan, barulah daging dimasak becek dengan bumbu cabai, bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, serta dimasukkan beberapa batang kayu manis dan beberapa butir cengkeh.

Suyati berani menjamin bisa memasak daging menthok sehingga jauh lebih lezat dibanding daging lain seperti ayam, bebek, atau daging sapi sekalipun. Termasuk kaldu menthok yang dia buat rasanya juga gurih sekali. Suyati mematok harga Rp 20.000 untuk satu porsi becek menthok dengan sepiring nasi. Saat ini, pelanggan Suyati datang dari berbagai daerah. Apalagi saat Lebaran atau hari libur besar, biasanya warga Tuban yang berada di perantauan datang untuk menikmati becek menthok di warungnya. Dan ketika mereka balik ke tempat kerjanya, misalnya ke Papua, Jakarta, atau Surabaya, biasanya mereka menyempatkan minta dibungkus untuk dibawa ke sana.

Persoalan yang kerap dialami Suyati adalah, mencari daging menthok tidak semudah mencari daging ayam, bebek, atau sapi. Daging menthok sangat terbatas di pasaran sehingga kalau pas kosong sampai harus didatangkan dari Lamongan atau kota lain. Sekarang, dalam sehari rata-rata Suyati menghabiskan 20 ekor menthok.

OLEH-OLEH SARI LAUT


Jika kebetulan anda tengah berkunjung atau melewati Tuban, cobalah menyempatkan diri menikmati berbagai menu kuliner khas di sana. Dan jangan lupa, ketika pulang sempatkan diri untuk membeli oleh-oleh khas Tuban. Tuban merupakan kawasan di pesisir Pantai Utara yang sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Tak heran, jenis buah tangan yang mendominasi toko oleh-oleh adalah makanan yang dihasilkan dari hasil laut.

Salah satu toko yang cukup besar dan menjual berbagai aneka oleh-oleh sari laut di Tuban adalah toko Asih. Toko tersebut letaknya di Jalan RE. Martadinata yang sangat strategis karena berada di pinggir jalan utama Surabaya - Jakarta dan berhadapan langsung dengan laut Jawa. Lasmi, pemilik toko Asih menjelaskan, bahwa tokonya yang berdiri sejak tahun 1988 tersebut menyediakan berbagai hasil laut berkualitas. Mulai kerupuk ikan, ikan asin, abon ikan, teripang, petis, dan masih banyak lagi. Namun menurut Lasmi, yang selalu dicari pelanggan saat datang ke Tuban adalah kecap cap Laron dan terasi yang sangat enak dan tidak ada di tempat lain.


Lasmi menambahkan, mereka yang dayang ke Tuban atau rombongan dari Jakarta yang melintas di depan tokonya seringkali mampir untuk memborong oleh-oleh. Sebab, selain tokonya menyediakan barang yang berkualitas, lokasi tokonya juga sangat strategis, sehingga mereka dengan mudah singgah.


PENGUGGAH SELERA UNIK DARI KALIMANTAN SELATAN


Di Warung Madina, Banjar Baru, Kalimantan Selatan, tersaji beberapa menu sayur unik bagi pelancong. Sayur buah kalangkala, di antaranya, memiliki rasa asam yang kuat. Sayur ini hanyalah berupa buah kalangkala yang disiram air hangat, diberi bumbu garam, bawang merah, dan bawang putih. Ada juga sayur bunga tigaron. Tigaron dikenal pula dengan nama sempal wadak atau sibaluak. Sayur bunga tigaron terasa asam dan sedikit pahit, membangkitkan nafsu makan. Untuk mengurangi rasa pahitnya, maka bunga tigaron harus direndam selama tiga hari sebelum dimasak.

Kalangkala dan tigaron tumbuh liar di Kalimantan Selatan. Orang suku Banjar di Kalimantan Selatan tak terbiasa memakan buah kalangkala tanpa disayur. Buah kalangkala bisa didapatkan di Pasar Nagara di Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Bila membeli eceran, dengan harga Rp 30 ribu bisa mendapatkan 200 biji. Jika membeli secara grosir, satu plastik kontainer seharga Rp 35 ribu-Rp 45 ribu.


Selain Kalangkala dan tigaron, di pasar tersebut ada juga buah binjai dan hambawang. Bentuknya seperti buang mangga. Kedua buah itu biasanya diiris untuk dicampur dengan sambal. Rasa asam binjai dan hambawang memberi sensasi di lidah bercampur dengan pedasnya sambal. Ada pula buah kecapi yang rasanya kecut sekali. Di Kapuas, Kalimantan Tengah, kecapi disebut sentul. Biasanya diambil dagingnya untuk dibuat rujak.

SIROP KALAMANSI : Pelepas Dahaga Asal Bengkulu.


Banyaknya pohon jeruk kalamansi di Bengkulu ternyata mampu memberikan berkah tersendiri. Dulu, buah jeruk kalamansi belum ada nilai ekonomisnya. Paling buahnya hanya digunakan untuk membersihkan ikan atau membuat sambal. Sampai kemudian di akhir 2001, Emiyati mencoba membuat sirop dari buah jeruk kalamansi.

Kebetulan lembaga pertanian tempat suaminya bekerja memberi pelatihan mengenai pembuatan sirop dari jeruk kalamansi ini. Dari situlah, Emi terpacu memberikan nilai tambah pada buah jeruk ini dan mulai memproduksi sirop. Kendalanya, orang Bengkulu sendiri belum banyak yang mengenal jeruk kalamansi. Belum lagi ketika itu kemasannya yang mirip minyak goreng curah. Emi hanya bermodal Rp 250.000 untuk membeli gula dan jeruk. Awalnya, sekali masak ia hanya membuat dua liter saja. Jelas, itu membuatnya rugi.

Namun, Emi tidak menyerah. Dia merasa yakin jika suatu saat nanti sirop ini pasti bisa disukai, karena rasanya enak. Satu per satu produsen sirop yang mengikuti pelatihan memilih untuk mundur dan menutup usaha. Tapi Emi tetap memilih lanjut, walau ia pernah membuang tiga jeriken sirop,-satu jeriken berisi 35 liter, karena memang tidak laku dan sudah rusak.

Tahun 2004, dengan modal seadanya ditambah uang pinjaman dari keluarga, terbelilah botol plastik untuk menjadi kemasan sirop. Tahun 2010, sirop kalamansi baru booming. Jumlah pesanan terus meningkat sedikit demi sedikit. Emi bahkan juga sempat mengirim ke beberapa daerah di luar Bengkulu. Misalnya, Jakarta, Palembang, Jambi, Lampung, Medan, Bogor, dan lain-lain. Kini, Emi bisa menghasilkan sirop jeruk kalamansi sebanyak 150 liter per minggu.

Sirop jeruk kalamansi buatan Emiyati yang berwarna keemasan seperti madu ini dibuat dari gula pasir asli. Manis dan asam dari jeruk, serta wangi jeruk kalamansi yang kuat memberi kesegaran pada setiap gelasnya. Dalam perkembangan usahanya, selain memproduksi sirop, kini Emiyati juga memproduksi minuman jeruk kalamansi siap minum.

KERIPIK IKAN BALEDANG : Oleh-Oleh Khas Bengkulu Dari Ikan Yang Nyaris Diabaikan.


Tahun 2006, Fadia Salim, mencari sebuah kesibukan yang bisa sekaligus menambah penghasilan keluarga. Kebetulan, warga Bengkulu ini, suaminya bekerja di Jakarta, dan hanya mengirim uang sebulan sekali. Suatu hari, ketika sedang jalan-jalan ke pantai, muncul ide untuk membeli beberapa ikan asin dan kemudian ia kemas menarik untuk dijual lagi dengan merek 'Pelangi'. Fadia kemudian menitipkannya di sentra oleh-oleh, dan ternyata laku keras.

Tanpa membutuhkan waktu lama dan modal besar, usahanya semakin lama semakin besar. Bahkan Fadia mampu menambah produksi dan mempekerjakan warga sekitar rumahnya. Padahal kalau dipikir, Fadia menuturkan, apa yang ia lakukan ketika itu sungguh sederhana. Hanya memberi kemasan menarik, cantik dan rapi, ternyata bisa menambah pemasukan keluarga. Ide itu bisa muncul karena Fadia melihat, ketika itu oleh-oleh Bengkulu hanya itu-itu saja, tidak ada inovasi.


Langah yang diambil perempuan berhijab ini tidak cukup sampai di situ. Fadia lalu melakukan pembinaan kepada nelayan yang memproduksi ikan asin agar dapat menghasilkan ikan asin yang bersih dan higienis. Ia juga melakukan inovasi dengan menjual ikan teri asin tanpa kepala, karena banyak ibu-ibu yang tidak menyukai kepala ikan teri. Ketika ia jual, produk itu pun juga laris. Kalau dulu orang makan ikan teri dalam keadaan utuh, dengan produk ini jadi lebih praktis.

Dari situ Fadia berkenalan dengan ikan yang disebut baledang oleh nelayan setempat. Tak disangka, dari pertemuan itu muncul ide kreasi melahirkan keripik ikan baledang yang kemudian menjadi salah satu oleh-oleh khas Bengkulu. Padahal awalnya oleh para nelayan, ikan baledang yang kecil tidak bernilai ekonomis tinggi hingga dibuang atau diabaikan begitu saja. Harga satu kilogramnya ketika itu hanya Rp 2000. Fadia lantas mencoba menjadikannya peyek atau keripik dan ternyata banyak yang menyukainya sampai sekarang.




KUE TAT - BENGKULU : Oleh-Oleh Khas Perpaduan Pie dan Nastar.


Kue khas Bengkulu ini memiliki rasa yang mirip dengan nastar, kue khas hari raya. Namun bentuknya yang besar justru mengingatkan pada sajian mancanegara bernama pie. Hasil panggangan adonan tepung yang berbentuk kotak itu tidak terlalu keras, ditambah isian yang terbuat dari nanas, kue Tat memiliki perpaduan manis dan sedikit asam buah nanas.

Menurut Titin Masita, seorang pembuat kue Tat di Bengkulu, kue ini awalnya memang hanya memiliki isian nanas. Namun, beberapa tahun belakangan muncul jenis baru yang isiannya diberikan parutan keju. Titin membuat kue ini sejak tahun 2000-an. Ia menceritakan, dulu bila masyarakat Bengkulu ingin mengadakan pesta, kue Tat selalu dihadirkan. Dan Titin selalu diminta untuk bantu membuatkan. Kemudian dari situ ia berpikir untuk membuat usaha pembuatan kue sendiri. Ternyata, adonan yang ia buat hasilnya lebih lembut dibanding yang sudah ada sebelumnya.

Dengan memanfaatkan garasi rumah yang disulap menjadi ruang usaha, kue buatannya lalu semakin dikenal masyarakat. Selain menjual sendiri, Titin juga menitipkan kue buatannya di toko oleh-oleh. Tapi terkadang, kue yang dijual di rumah sudah lebih dulu habis dipesan, sehingga tidak ada sisa untuk dititipkan di toko oleh-oleh. Bila musim libur, terutama hari raya, untuk mendapatkan kue buatan ibu tiga anak dan nenek dua cucu ini, harus memesan terlebih dahulu agar bisa kebagian.

Pada hari biasa, perempuan yang biasa disapa Ita ini membuat sekitar 250 buah kue Tat berbagai ukuran. Sementara bila menjelang hari raya atau musim liburan sekolah, bisa sampai ribuan kue. Khusus untuk hari raya, dua hari menjelang hari raya Ita sudah tidak menerima pesanan lagi. Karena semua proses pembuatan masih dilakukan secara sederhana, selai nanas pun masih dibuat sendiri. Ketersediaan nanas pun menjadi penting, karena menurut Ita, kue tradisional ini harus berisi nanas. Maka, Ita mengaku sangat kerepotan bila sedang tidak musim nanas. Ita selalu mengandalkan buah nanas dari Palembang dan Jambi. Kalau tidak ada buah nanas, terpaksa produksi berhenti.

Ita meyakinkan bahwa produknya tidak menggunakan pengawet, sehingga kue Tat hanya dapat disimpan kurang dari seminggu. Jika tidak habis dimakan, bisa disimpan di lemari es. Menurut pelanggannya, walau disimpan di lemari es, kue ini akan tetap lembut. Mungkin itu yang menjadi salah satu keunggulan produknya. Pelanggan kue Tat buatannya berasal dari berbagai kalangan. Kue buatannya kerap dibeli untuk oleh-oleh keluarga mereka yang ada di luar Bengkulu. Selain ke seluruh Indonesia, ada pula pelanggan yang membawanya ke negara lain seperti Malaysia dan Amerika Serikat.




RUMAH MAKAN PADANG GUCI - BENGKULU : Mencicipi Olahan Unik Gulai Rotan Muda dan Jamur Hutan.


Jangan salah, walau namanya Padang Guci, rumah makan ini tidak menyediakan makanan khas Sumatera Barat. Pasalnya, Padang Guci adalah nama sebuah kota di kawasan Bengkulu Selatan. Selain menyimpan banyak lokasi wisata alam dan sejarah, Kota Padang Guci juga memiliki warisan kuliner yang kaya. Hidangan di tempat ini sangat beragam. Selain olahan daging sapi, ada pula olahan daging ayam dan aneka hasil laut. Satu jenis masakan yang unik yang ditemukan di tempat ini adalah gulai rotan muda. Di tempat ini, rotan muda yang disebut umbut rotan, dimasak menggunakan beragam bumbu dan bersantan encer.

Di Bengkulu, sayur umbut rotan tidak mudah ditemukan. Biasanya hanya ada di desa atau di kampung. Selain sayur umbut rotan, berbagai masakan khas Bengkulu juga dapat ditemukan di rumah makan yang berada di Jalan Danau, Kota Bengkulu ini. Seperti ikan bumbu tempoyak, gulai kikil sapi, ikan asap atau salai, pindang dan gulai ikan gabus, serta liling, bentuknya seperti keong kecil yang hidup liar di sungai. Semua masakan ini dihidangkan di atas meja beserta sambal, nasi putih, dan aneka lalapan, seperti pucuk daun singkong rebus, terong bulat, dan ketimun.


Ada pula masakan ikan menggunakan jamur kukuran. Jenis jamur ini adalah jamur liar yang ditemukan di hutan. Untuk mendapatkannya sangat susah, sehingga harus menyetok dengan dikeringkan terlebih dahulu agar awet disimpan. Sekali masak dibutuhkan 10 kilogram jamur. Rumah makan yang total menghidangkan 25 jenis masakan ini, didirikan oleh Lydia Haryani, sejak 2007. Lydia mengaku, dirinya tidak pernah bermimpi bisa memiliki rumah makan seperti ini. Awalnya, ia membuat rumah makan karena saat itu tidak tahu mau kerja apa. Karena ia bisa masak, maka dengan modal tabungan dan menjual perhiasan, ia membuat rumah makan ini. Semua resep dari orangtuanya ia pelajari.


Setelah dipotong biaya kontrak tempat dan membeli berbagai kebutuhan rumah makan, sisanya Lydia belikan bahan masakan. Saat itu, jumlah masakannya masih sedikit. Tapi ternyata, semakin lama jumlah pelanggannya juga semakin banyak. Bila dulu mengontrak, sekarang anak ke delapan dari sepuluh bersaudara ini, sudah punya tempat sendiri dan memiliki satu cabang.

RUMAH MAKAN R2 - BENGKULU : Sajikan Masakan Khas Bengkulu Yang Menggugah Selera dan Unik.


Buka sekitar pukul 11.00 WIB, seluruh masakan yang disediakan di rumah makan ini selalu habis terjual menjelang pukul 17.00 WIB. Bahkan beberapa makanan tertentu harus dipesan terlebih dahulu jika tidak ingin kehabisan. Menurut Lukman, rumah makan miliknya yang sudah dibuka sejak tahun 2011 ini tidak butuh waktu lama untuk mendapat hati pelanggan. Selain menyediakan makanan yang jarang ditemui di rumah makan lain, semua bahannya juga dibeli, dimasak, dan dihidangkan di hari yang sama. Tidak ada makanan yang dipanaskan untuk kemudian dijual keesokan hari. Jadi, selalu terjaga kesegarannya.

Bersama sang istri, Lukman membuka rumah makan ini karena terpanggil untuk melestarikan warisan kuliner nenek moyangnya. Sebelumnya, ia merasa susah sekali menemukan rumah makan khas Bengkulu yang memiliki cita rasa sesuai dengan lidahnya. Kebetulan, tempat tinggalnya berdekatan dengan rumah pengasingan Bung Karno dan rumah Ibu Fatmawati. Dari situ, Lukman tertantang untuk melengkapi lokasi wisata tersebut dengan makanan khas kota kelahirannya. Bersama sang istri ia mencoba membuka rumah makan, yang ternyata mendapat tanggapan baik. Semakin lama, semakin ramai yang datang ke rumah makannya.

Tidak seperti rumah makan lain, Rumah Makan R2 menghadirkan makanan khas. Tidak saja menggugah selera, bahkan mungkin bagi sebagian orang unik. Misalnya sambal tempoyak yang terbuat dari durian dan sayur rebung yang dimasak dengan bumbu tradisional. Sebagai putra daerah dan lahir dari orangtua yang juga Ketua Adat Bengkulu, resep-resep tradisional masih dipegang Lukman. Meski begitu, tidak semua masakan khas Bengkulu dapat ditemui di tempat ini. Penyebabnya bermacam-macam, ada yang karena waktu pembuatannya yang lama atau bahan yang susah didapat.

sambal tempoyak
Seperti kota lain di Sumatera, makanan Bengkulu lebih banyak bersantan, pedas, dan berani dalam menggunakan bumbu. Di Rumah Makan R2, yang spesial adalah masakan telur ikan kakap. Berapa pun disajikan, masakan ini selalu habis setelah lewat dari jam 12 siang. Jadi, supaya tidak kehabisan, banyak pelanggan yang telepon minta disisakan. Dalam sehari Lukman dan istri dapat mengantongi omzet sampai Rp 15 juta. Di tempat ini pelanggan tidak dilayani, namun mengambil sendiri nasi serta lauk pauk yang diinginkannya dan membayar setelah selesai makan. Jadi, yang diutamakan adalah kejujuran pelanggan.

Sambal tempoyak yang disediakan di rumah makan ini adalah salah satu yang selalu dicari pelanggan. Tempoyak yang digunakan harus dibuat dari durian yang benar-benar bagus, matang, dan manis. Durian lalu diambil dagingnya, tanpa diberi bumbu apa-apa, daging durian disimpan dalam tempat tertutup selama dua atau tiga hari. Rasanya manis dan sedikit asam. Setelah itu baru bisa diolah. Bukan hanya dijadikan sambal, tempoyak juga bisa dibuat untuk menjadi bumbu masakan lain, seperti pepes ikan dan ikan asam tempoyak.


ES DAWET DAGING LELE - MALANG : Menyulap Ikan Lele Yang Amis Menjadi Minuman Segar Kaya Karbohidrat Dan Protein.

 

Jika membicarakan es dawet, maka yang terbayang pasti minuman segar manis dan dingin penghilang dahaga. Kuahnya terbuat dari santan yang dipadukan dengan gula aren. Kemudian ada bulir-bulir cendol hijau yang terbuat dari tepung beras, bercampur dengan potongan buah nangka. Siapa pun yang meminum es ini, akan merasakan sensasi manis, gurih, dan sedikit cita rasa buah nangka. Jangan kaget ketika meminumnya hidung akan mencium aroma nangka yang harum.

Di Malang, ada pembuat es dawet yang berbeda. Bulir cendol tidak dibuat dari tepung beras, tapi daging ikan lele. Pembuatnya adalah warga Malang, Junaedi Wibowo. Di tangannya, ikan lele yang amis bisa disulap menjadi minuman segar yang kaya karbohidrat dan protein. Junaedi merintis usaha es dawet berbahan ikan lele sejak 2013. Es dawet lele di kota Malang dapat dinikmati di empat outlet yang tersebar di berbagai lokasi. Semuanya terletak di Jalan Teluk Bayur, Jalan Sigura-Gura, Night Market, dan Swalayan Ikan, Kota Malang.

Bila kita mencicipi es dawet lele ini, tidak ada sedikit pun aroma amis. Rasa amis hilang karena cendol berbahan dasar daging lele telah bercampur dengan tepung beras dan sagu. Hanya dengan merogoh kocek Rp 5 ribu, pembeli bisa memperoleh segelas es dawet lele. Jika ingin ditambah dengan nangka atau durian, harganya menjadi Rp 10 ribu. Dalam sehari, kapasitas produksi cendol lele mencapai 5 kilogram atau setara 350 gelas es dawet. Menurut Junaedi, ide membuat cendol berbahan dasar ikan lele dumbo berawal dari usahanya membudi daya ikan lele. Setiap dua pekan, dia bisa memanen 1,5 sampai 2 kuintal lele.


Stok lele yang melimpah ini lalu dimanfaatkannya. Junaedi yang juga seorang sarjana teknik mesin ini berpikir, bagaimana mengolah hasil panennya agar memiliki nilai tambah. Namun, Junaedi menuturkan, sebetulnya dirinya bukanlah yang pertama kali memperkenalkan es dawet lele. Inovasi ini dicetuskan oleh para peternak lele di Boyolali. Junaedi pun lalu difasilitasi oleh Dinas Pertanian untuk belajar ke sana. Selain belajar, ia juga mematangkan rencana pengembangan bisnis ini. Setelah itu, membangun niat dan kebersamaan untuk menjalankan bisnis es dawet lele.

Junaedi tak sungkan berbagi resep untuk menyulap daging lele yang amis menjadi minuman segar. Pertama-tama, daging lele dipisahkan dari tulangnya, kemudian dicuci bersih. Daging lele yang sudah bersih kemudian digiling lalu direndam air es selama lima menit. Perendaman ini berguna untuk memisahkan lemak, kandungan darah, dan protein ikan. Selama direndam, ketiga komponen tersebut terpisah sehingga terbentuk endapan daging.

Endapan daging itu kemudian diperas hingga tercipta bahan utama adonan. Adonan utama tersebut lalu dicampur dengan tepung beras dan sagu untuk menghasilkan cendol. Perbandingan tepung dan daging lele adalah 70:30 dalam satu kilogram adonan. Setelah itu, adonan dimasak dalam enam liter air selama 20 menit. Setelah masak, adonan yang masih hangat dicetak menjadi cendol dan direndam dalam air dingin. Air dingin membuat cendol menjadi kenyal secara alami.

Cendol yang sudah matang memiliki daya tahan sekitar 12 jam. Setelah lebih dari 12 jam, tekstur cendol akan berubah menyerupai bubur. Junaedi meyakinkan aroma amis hilang, karena serangkaian proses memasak di atas bisa menyamarkan aroma tersebut. Sebagai peluang bisnis, es dawet cendol menurut pria yang pernah bekerja di pertambangan ini, berprospek cerah, karena nyaris tidak ada pesaing. Maka, menurutnya, usaha ini harus terus dikembangkan. Keuntungan yang diperoleh bisa mencapai 40 persen dari modal. Sangat memuaskan.

MENIKMATI LEZATNYA SATAI KHAS SUMBAWA DI PULAU LOMBOK.


Popularitas Lombok sebagai destinasi wisata berkembang pesat beberapa tahun terakhir. Masyarakat dari berbagai negara mulai mengetahui ada pantai berpasir putih dan berombak biru di sana. Tak hanya keindahan alam yang masyhur. Lombok juga semakin dikenal karena berbagai kuliner khas Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebut saja Ayam Taliwang, Satai Bulayak, Satai Rembiga, hingga Nasi Puyung. Rasanya kurang lengkap jika sudah mendatangi Lombok, tapi tidak mencicipi kuliner tersebut.

Jika bosan dengan menu yang itu-itu saja, ada kuliner alternatif yang patut dicoba, yakni satai khas Sumbawa. Cita rasa satai dari Pulau Sumbawa ini tak kalah dengan satai lainnya. Pecinta kuliner bisa berkunjung ke Warung Satai Happy di Jalan Panji Tilar Negara, Ampenan, Mataram, atau sekitar 900 meter dari Museum NTB. Perpaduan daging sapi yang berjejer rapi dalam tusukan dengan lumuran adonan dari asam, garam, bawang, dan cabai merah, membuat mulut enggan berhenti mengunyah satai tersebut. Tambahan sambal kecap semakin menambah kenikmatan saat menyantapnya. Kolaborasi rasa asam, manis, asin, dan pedas terasa sampai ke lidah.

Pemilik Satai Happy khas Sumbawa, Happy Akbar mengatakan, keunikan satai ini terletak pada kandungan buah asam yang didatangkan langsung dari Sumbawa. Tidak sembarang asam, asam sumbawa bila sudah kelamaan dan menghitam, akan mempengaruhi rasa. Selain asam, kualitas daging sapi juga menjadi perhatian khusus baginya. Ia memilih daging sapi murni yang masih segar, tidak ada lemak, dan bukan jeroan. Kesegaran daging akan berdampak besar dalam cita rasa satai miliknya ini. Satai ini lebih nikmat bila disantap saat baru matang.

Satu porsi satai dibanderol dengan harga Rp 25 ribu. Satai Happy beroperasi penuh setiap hari sejak pagi sampai malam. Namun disarankan untuk tidak datang kelewat malam jika tidak ingin kehabisan. Sebagai pecinta kuliner, warga Jempong Baru, Sekarbela, Mataram ini merasa terpanggil untuk ikut berkontribusi memajukan pariwisata NTB. Caranya dengan menghadirkan hidangan kuliner yang lezat. Kehadiran satai ini juga merupakan kecintaan Happy akan masakan khas daerah asalnya agar semakin dikenal orang di luar Sumbawa. Menurut Happy, seberapa pun jauhnya orang Sumbawa merantau, pasti memiliki kerinduan masakan asalnya.

Happy lantas mencoba menyediakan sesuatu yang menjadi kerinduan, terutama orang Sumbawa yang ada di Lombok. Keberadaan satai miliknya bisa menambah kekayaan kuliner di Pulau Lombok untuk menyambut kedatangan wisatawan. Pria yang juga menekuni bisnis dalam usaha budidaya mutiara ini mengaku menggelontorkan dana sebesar Rp 20 juta untuk membuka Satai Happy. Semuanya dialokasikan untuk peralatan, sewa tempat, hingga bahan baku.

Happy mengaku tak ada kendala berarti saat memulai bisnis ini. Iklim kemudahan usaha di Lombok sudah sangat baik. Terlebih, untuk usaha kuliner yang bersifat halal food, karena di pulau ini memang dominan muslim. Meski baru merintis, Happy sudah memikirkan rencana mengembangkan usahanya ini. Ia sudah bersiap untuk melebarkan sayap dengan membuka gerai satainya di Cakranegara, Mataram. Kawasan itu dikenal sebagai pusat perniagaan dan wisata. Dia juga berharap usaha satainya ini semakin dikenal luas tak hanya di NTB, tapi juga seluruh Indonesia. 

OLAHAN MAKANAN DAGING PALA DARI BANDA NEIRA.


Pala lebih dikenal sebagai rempah-rempah penguat rasa makanan. Beginilah orang mungkin mendeskripsikannya : berbentuk bulat, tekstur berwarna cokelat tua hingga kehitaman setelah dijemur beberapa lama. Namun, sebenarnya yang digambarkan itu adalah biji pala, bukan buah pala secara keseluruhan. Sebagian kalangan yang tinggal di Jawa mungkin mengenal buah pala dari manisan yang sering dijual di Bogor, Jawa Barat. Namun, sejatinya buah pala jika ditarik garis awal dikenal berasal dari Kepulauan Banda Neira, Maluku Tengah.

Di tempat asalnya, buah pala tidak hanya dibuat menjadi manisan. Dulu jika biji pala sudah diambil, daging yang melapisi biji itu langsung dibuang karena tidak memiliki nilai lebih. Melihat kondisi itu, maka mulailah daging pala diolah menjadi pelbagai jenis makanan yang tidak kalah menjual dibandingkan biji pala. Sari Banon, adalah salah satu yang memanfaatkan daging pala untuk membuat makanan khas Banda Neira yang bisa menjadi oleh-oleh. Olahannya pun bermacam-macam, dari manisan, sirup, selai, hingga dodol.

Sari mendapatkan resep-resep pengolahan daging pala langsung dari neneknya yang dulu mengabdi pada keluarga Belanda yang tinggal di Banda Neira. Sang Nenek adalah pesuruh yang meladeni kebutuhan sehari-hari, termasuk makanan mereka. Tak heran bila ia mengetahui cara mengolah daging pala yang tidak dibawa oleh Belanda. Sari menjelaskan, di Pulau Banda Neira Besar yang menjadi salah satu pulau dengan perkebunan pala yang besar, daging pala memang tidak terpakai. Masyarakat setempat hanya mengambil bijinya saja. Maka itu, pengolahan daging pala hanya dilakukan oleh masyarakat di Pulau Neira.


Kreasi berbagai makanan dari buah pala, menurut Sari Banon, memang perlu perlakuan khusus. Untuk membuat manisan misalnya, buah pala dipotong menjadi dua dan bijinya dikeluarkan. Setelah itu, daging pala direndam dengan air asin selama sehari. Hal yang membuat manisan ini berbeda adalah air asin yang digunakan sebagai perendam pala diambil langsung dari air laut, bukan dari air garam buatan. Air lautnya pun berasal dari tengah laut, yang lebih bagus kadar garamnya daripada di pinggir pantai.

Setelah buah pala tanpa biji itu direndam seharian, barulah kulit kuning yang menutupi dibersihkan dan daging pala bagian tengah dibersihkan dari selaput putih yang masih tertinggal di tengah, tempat asal biji. Daging pala yang sudah bersih kemudian dipotong tipis menyerupai kipas dan dijepit dengan kedua tangan untuk mengeluarkan cairan di dalamnya. Cairan tersebut merupakan cairan asam yang perlu dibuang agar menghasilkan manisan yang lebih manis. Untuk semakin menambah rasa manis, diperlukan gula pasir untuk menutupi seluruh bagian pala yang kemudian didiamkan hingga tiga hari. Ketika gula sudah meresap, tetapi masih terlihat butirannya, daging pala dijemur di bawah sinar matahari selama dua hari hingga berwarna cokelat tua. Ketika di makan, tekstur pala akan sedikit keras dengan rasa manis gula. Sedikit aroma dan rasa khas biji pala masih tersimpan di dalam dagingnya.


Berbeda dengan pembuatan manisan yang cukup memakan waktu lama, selai pala cenderung lebih praktis. Pembuatannya cukup dalam waktu singkat. Hanya perlu blender sebagai alat pendukung menghaluskan daging pala. Cukup dengan membersihkan daging pala dari kulitnya dan direbus dengan air mendidih selama dua jam. Setelah itu, sisihkan air dan giling daging pala tanpa perlu sampai benar-benar halus. Untuk menambah rasa, Sari menyarankan menambahkan gula secukupnya agar rasa asam tidak terlalu terasa ketika dimakan.

Untuk pembuatan sirup, ibu enam anak ini mengaku memiliki dua metode pembuatan. Cara pertama disebut dengan peras mentah, di mana daging pala yang sudah bersih diparut kemudian diperas hingga mengeluarkan sari. Sari yang dihasilkan dimasak dengan gula hingga mendidih. Sedangkan cara lainnya, dengan merebus daging pala terlebih dahulu di dalam air mendidih hingga lebih lunak. Daging pala yang sudah ditiriskan diperas hingga mengeluarkan sari dan hasil itu direbus kembali hingga mendidih. Sari Banon menambahkan, untuk yang peras mentah dibutuhkan 100 buah pala dan dua kilogram gula. Sementara yang direbus dahulu, perlu lima kilogram gula untuk 500 buah pala. Resep pembuatan sirup mentah adalah hasil kreasi Sari Banon sendiri. Menurutnya, hasil yang diperoleh dengan cara itu lebih hemat dan rasa segar dari asam dan manis seimbang dan lebih menyegarkan. Namun, cara kedua dinilai lebih sehat untuk mengolah sirup sebagai oleh-oleh.


Sementara itu cara membuat dodol lumayan sederhana. Cukup dengan menggiling daging pala yang telah bersih ke mesin penggiling kelapa, mesin itu akan menghasilkan bulir-bulir daging yang nantinya diuleni dengan gula. Sari biasa menambahkan pewarna makanan untuk menambah kesan visual yang lebih menarik. Untuk satu kilogram daging pala, ia menggunakan satu kilogram gula. Sari menjelaskan, semua makanan yang dibuatnya memang memakai gula sebagai kunci pengawet alami makanan. Dan seluruh makanan olahannya ini akan awet disimpan hingga satu tahun.

Di Pulau Neira yang merupakan pusat Kecamatan Banda juga mudah ditemukan penjualan beragam oleh-oleh khas daging pala. Selain bentuk kasarnya, beberapa kafe pun menjual olahan jadi yang bisa langsung dinikmati dari pala. Nut Meg Cafe, salah satunya, mencoba menawarkan beberapa rangkaian, mulai es sirup pala, kopi pala, hingga pancake saus pala. Pancake pala sama dengan pancake pada umumnya, hanya jika biasanya 'diguyur' sirup maple sebagai topping, penggantinya adalah dengan sirup pala. Sedangkan, kopi pala sendiri merupakan seduhan kopi hitam yang mendapatkan serutan biji pala kering. 


MENIKMATI SEGARNYA IKAN LAUT KULINER KHAS HALMAHERA BARAT - MALUKU UTARA.


Selain tersohor sebagai penghasil rempah dunia, Kabupaten Halmahera Barat juga dikenal sebagai salah satu kawasan di Indonesia Timur yang memiliki kekayaan alam, terutama laut, yang sangat elok. Halmahera Barat berada di Provinsi Maluku Utara dengan luas wilayah terdiri atas 11.623.42 km2 wilayah laut dan 22,346 km2 wilayah darat. Halmahera Barat memiliki 123 pulau, dua di antaranya berpenghuni sedangkan yang lainnya merupakan pulau tanpa penghuni. Halmahera Barat juga memiliki banyak teluk yang dikelilingi pemandangan luar biasa. Alamnya masih asri dan memiliki daya tarik yang sangat layak dikunjungi. Salah satu teluk yang dikenal di sana adalah Teluk Jailolo.

Tak hanya keindahan alam yang jadi andalan, kekayaan kulinernya juga layak dicoba dan menggugah selera. Jangan salah, olahan makanan berbahan dasar ikan laut mentah misalnya, bukan hanya milik Jepang dengan sushinya. Halmahera Barat pun punya kuliner tradisional semacam itu. Namanya gohu, makanan berbahan dasar ikan tuna atau tongkol segar. Ikan yang diperoleh dari para nelayan yang baru turun dari laut itu kemudian dibersihkan, termasuk dibuang bagian dalamnya, lalu dipotong dadu. Ikan kemudian disiram dengan racikan bumbu matang panas. Jangan khawatir, meski ikan mentah, tapi sama sekali tak menyisakan rasa amis atau anyir. Bahkan bagi mereka yang tidak tahu, pasti tidak menduga kalau daging ikan yang disantap adalah ikan mentah. Rasa gurih, empuk, dan lembut berpadu menggoyang lidah.


Salah satu tempat yang menyediakan gohu adalah warung makan milik Nur Aini, yang letaknya persis menghadap lapangan Jailolo. Meski warungnya terlihat sederhana, namun di Jailolo Nur Aini sangat terkenal dengan keahliannya memasak gohu. Nur Aini menjelaskan, bahwa selain menyediakan berbagai makanan khas Halmahera Barat, warungnya juga menyediakan gohu. Gohu, pada bulan puasa, memang seperti menu wajib bagi warga Halmahera Barat. Karenanya, pada bulan puasa, kebutuhan tuna atau tongkol agak tinggi, sebab masyarakat, termasuk warung makan, selalu menyediakan gohu sebagai salah satu menu andalan.

Bumbu untuk membuat gohu cukup sederhana, di antaranya cabe, bawang putih, dan bawang merah yang dihaluskan dan kemudian diberi kacang tanah yang juga sudah dihaluskan, lalu diberi garam secukupnya. Setelah itu, semua bumbu digoreng sampai harum dan ditambahi daun kemangi. Setelah bumbu matang, ikan tuna atau tongkol segar yang telah dipotong dadu disiram dengan bumbu panas tersebut. Cukup begitu saja, sudah bisa langsung dihidangkan. Kalau ingin benar-benar lezat, gohu sebaiknya disantap dalam keadaan panas. Gohu bisa disantap dengan nasi atau ketela pohon rebus sesuai selera. Tapi warga Halmahera Barat lebih banyak menyantapnya dengan ketela. Gohu juga merupakan makanan sehat yang kandungan proteinnya masih utuh. Pada siang yang terik, lebih pas meminum kelapa muda usai menyantap gohu.

Kenapa menu gohu tidak amis atau anyir? Ternyata kuncinya terletak pada kualitas ikan yang masih baru atau segar. Ikan-ikan itu dibeli di pelelangan ikan, beberapa jam setelah ditangkap nelayan di laut sekitar Halmahera Barat. Karena masih segar, rasanya pun jadi istimewa. Bagi warga di kawasan Halmahera, mendapatkan ikan segar tidaklah sulit. Sebab, sebagian besar wilayahnya adalah laut. Pulau-pulau di sekitarnya menjadi tempat berkembangnya ikan dengan baik.

Satu lagi kekayaan kuliner yang tak boleh dilewatkan adalah popeda. Popeda pada dasarnya adalah makanan khas Maluku, namun karena secara budaya Halmahera Barat adalah bagian dari Maluku, sehingga beberapa makanan di Maluku juga menjadi makanan khas Halmahera Barat. Salah satu tempat makan yang terkenal dengan menu popeda adalah milik Bu Nona di Desa Kusuma Dehe, Jailolo. Sehari-hari, warung tersebut dipenuhi pembeli dari berbagai lapisan. Pembelinya mulai dari karyawan sampai tamu dari berbagai daerah.


Popeda sendiri terdiri dari sagu, ikan, beserta kuah dan sambal. Tapi dalam perjalanannya, selain tiga item itu, ditambah goru, yakni tumis daun singkong, daun pepaya, atau jantung pisang. Ditambah pula dengan pisang rebus dari jenis pisang mulut bebek khas Halmahera Barat, serta singkong rebus sebagai pelengkap. Sagu yang digunakan untuk membuat popeda pada dasarnya berasal dari dua bahan, bisa asli dari pohon sagu, bisa juga sagu yang berasal dari pohon singkong. Rasanya hampir sama, tawar. Hanya saja kalau sagu asli dari pohon sagu, warnanya agak kecokelatan, sementara sagu dari tepung tapioka warnanya putih bening.

Halmahera Barat adalah daerah dengan kekayaan sumber alam laut yang melimpah sehingga yang dijadikan lauk adalah olahan ikan segar. Salah satunya ikan laut yang diolah dengan kuah kuning. Pilihan ikannya bermacam-macam, bisa ikan goropa sejenis kakap merah, kerapu, atau yang lain. Masyarakat Halmahera Barat biasa menyebut ikan-ikan tersebut dengan sebutan ikan dasar. Maksudnya yang biasa hidup di karang dasar laut. Ikan dasar tersebut rasanya lebih nikmat. Bumbu untuk membuat ikan kuah kuning sangat sederhana. Cara memasaknya pun mudah. Setelah ikan dibersihkan, diambil bagian dalamnya kemudian dimasukkan ke kuah mendidih berisi bumbu yang dihaluskan. Bumbu tersebut terdiri dari bawang putih, bawang merah, cabe keriting, tomat, kunyit sebagai pewarna, jahe, daun kemangi, dan jeruk lemon. Jeruk lemon di Halmahera Barat bukanlah jeruk lemon yang kuning besar-besar, tetapi kecil-kecil dan banyak dijual di pasar. Jeruk ini sangat populer karena digunakan untuk berbagai masakan. Nona mematok satu porsi popeda seharga Rp 25.000.


Makan popeda akan memberi sensasi berbeda. Bukan hanya rasanya, tetapi juga tata cara menyantapnya yang sangat berbeda dengan makan nasi. Bila makan nasi bisa menggunakan sendok dan garpu, tidak demikian dengan popeda. Harus pakai tangan telanjang. Satu sajian makanan popeda terdiri dari satu baskom sagu, satu mangkuk kuah, satu piring ikan, goru, serta satu piring sambal. Sambalnya tergantung selera, kita bisa minta sambal kacang, terasi, atau dabu-dabu. Untuk menyantapnya, piring yang akan dijadikan wadah sagu harus diberi kuah terlebih dahulu, sehingga ketika sagu dituangkan ke piring sagu tidak lengket di dasar piring. Sagu diambil dari baskom menggunakan sumpit yang dipegang di kedua tangan. Sumpit itu diputar-putar dengan gerakan seperti orang menggulung benang ke baskom sehingga sagu yang sangat pekat itu menempel di antara kedua sumpit, baru kemudian dipindah ke piring makan.

Setelah sagu tersaji, cara menyantapnya pun unik. Sagu yang bertekstur pekat ini tidak disantap menggunakan lima jari layaknya makan nasi, tapi hanya menggunakan tiga jari yaitu ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Ibu jari dan jari telunjuk bertindak sebagai 'pisau pemotong' adonan sagu yang pekat tersebut. Demikian pula, setelah masuk ke mulut, sagu tidak langsung dikunyah layaknya makan nasi atau makanan lainnya. Karena teksturnya yang lembut namun pekat dan licin, makan popeda biasanya langsung ditelan begitu saja. Usai makan popeda, baru kemudian mengambil ikan yang dicocolkan ke sambal dan langsung disantap. Atau bisa juga menyantap menu lain seperti tumis goru, rebusan ketela pohon, atau pisang mulut bebek sebagai selingan.




PICAL SIKAI - BUKITTINGGI : Menikmati Pecel Khas Minang.


Sesuai namanya, kedai yang terletak di Jl. Panorama 19C, Bukittinggi ini menyajikan pical atau dalam bahasa Indonesia berarti pecel. Sementara Sikai menandakan pemiliknya, yaitu Si Khairiyah yang mulai berjualan sejak 1948. Meski letaknya di dalam gang kecil tak jauh dari Lobang Jepang dan Taman Panorama, popularitas kelezatan pecel khas Minang di kedai ini sudah tersebar ke mana-mana. Bahkan, di kalangan wisatawan yang sedang berkunjung ke Bukittinggi, termasuk wisatawan mancanegara asal Malaysia. Bila hari libur tiba, Pical Sikai dipadati pembeli.

Menariknya, sayuran yang disajikan untuk pecel terbilang berbeda dibanding pecel Jawa. Pical berisi jantung pisang, daun lobak kol alias kol, pucuk ubi alias daun singkong, rebung yang diiris tipis, ditambah kerupuk merah khas Minang, lalu disiram kuah bumbu kacang. Bumbu kacangnya yang dibuat tanpa kencur pun rasanya tidak semanis bumbu pecel Jawa. Kalau menginginkan sarapan berkuah, katupek sayur alias ketupat bisa jadi pilihan di sini. Untuk camilannya, kedai ini menyediakan lamang tapai yang gurih dan manis. Lamang tak lain adalah beras ketan yang dibakar di dalam bumbung bambu, lalu disiram dengan tapai ketan hitam yang berkuah. 


Rasa tapai hasil fermentasi terasa agak tajam, tapi tidak membuat perut perih. Tapai ketan hitam ini dibuat sendiri oleh Pical Sikai, sedangkan lamangnya disuplai dari orang lain. Lamang yang mampu bertahan dua hari di suhu ruang ini tak jarang dibawa sebagai oleh-oleh saat wisatawan pulang ke kota asalnya. Seporsi pical harganya Rp 12.000, sama dengan seporsi lamang tapai yang berisi dua potong lamang. Sementara, katupek sayur cukup Rp 10.000 per porsi.

Meski banyak yang menjadikan pical dan lontong sayur sebagai menu sarapan, tak perlu khawatir kehabisan bila berkunjung ke Pical Sikal. Sebab, kedai yang dalam sehari bisa menghabiskan 300 porsi dari ketiga menunya ini buka pukul 08.00-18.00. Tak jarang, Pical Sikai dipesan untuk baralek atau acara pernikahan, acara kantor, dan lainnya. Kini, sehari-hari Pical Sikai dijalankan oleh tiga dari 11 anak Khairiyah, juga beberapa sepupu mereka.




PONGEK "OR" SITUJUAH - PAYAKUMBUH : Gulai Nangka Muda Khas Minang Yang Istimewa.


Pongek atau pangek dalam bahasa Indonesia berarti gulai yang kuahnya dikeringkan. Gulai dengan kuah nyemek, kalau dalam bahasa Jawa. Sedangkan "OR" mengacu pada pemilik rumah makan tersebut, yaitu Ordinal. Dari pinggir jalan, rumah makan ini sebetulnya terlihat biasa saja. Itulah bangunan pertama yang didirikan Ordinal. Ukurannya hanya 4x6 meter. Di rumah makan yang terletak di kampung Situjuah, Payakumbuh ini, yang terkenal adalah pangek cubadak atau gulai nangka muda. Meski nangka yang disajikan per porsi ukurannya cukup besar, teksturnya sangat empuk dan mudah dipotong dengan sebelah tangan. Bumbunya yang meresap sampai ke dalam nangka membuat hati seolah tak rela hanya mendapat kuah ala kadarnya.

Namun, bukan hanya cubadak yang lezat di rumah makan yang didirikan tahun 2009 ini. Ikan bakar nila yang bumbunya manis, gurih, dan juicy juga menjadi favorit para pengunjung. Ada pula menu dendeng batokok, balado jariang alias balado jengkol yang sama sekali tak berbau, jariang batokok alias jariang cabai hijau, rendang, dan cincang kambing yang empuk. Untuk camilan, rumah makan ini menyajikan antara lain bongko dan ketan sari kaya.


Harga makanan di sini mulai Rp 5000-Rp 35.000. Untuk ikan gurame ukuran besar, harganya bisa mencapai Rp 65.000. Tak heran, rumah makan yang buka setiap hari pukul 08.00-21.00 ini tak pernah sepi. Hasilnya, Ordinal pun bisa membeli tanah di belakang rumah makannya dan mendirikan bangunan yang lebih luas, bagus, dan mampu menampung 200 pengunjung. Sebab, bangunan pertama yang letaknya di pinggir jalan hanya mampu menampung 80-an orang.

Pengunjung rumah makan yang berdiri di atas lahan seluas 2.200 meter ini tak hanya berasal dari Payakumbuh, melainkan juga dari luar kota. Rombongan pejabat, artis, atau wisatawan yang datang dari Jakarta pun tak pernah absen untuk mencicipi masakan racikan Ordinal yang ia dapat dari resep warisan neneknya ini. Kini, ada 30 orang pegawai yang setiap hari melayani pengunjung. Dan sebaiknya, jangan datang sendirian ke rumah makan ini, agar banyak menu yang bisa dicicipi.

BOFET SIANOK - PAYAKUMBUH : Menu Sarapan Khas Minang.


Meski namanya mengandung kata Sianok, letaknya bukan di Ngarai Sianok, Bukttinggi. Bofet kecil ini terletak di kawasan Pasar Payakumbuh, tepatnya di Jalan Ahmad Yani No 8. Dalam budaya kuliner Minang, tempat makan memiliki beberapa jenis nama sesuai makanan yang disajikan. Disebut bofet bila sebuah tempat makan sederhana menyajikan makanan sepinggan (one dish meal), yaitu seporsi makanan dalam satu piring.

Di Bofet Sianok, menu yang ditawarkan cukup beragam dan kebanyakan adalah menu sarapan, tentu saja khas Minang. Menu spesifik, sebutan untuk menu yang ditonjolkan di sebuah tempat makan di Minang, di Bofet Sianok adalah ampiang dadiah, ampiang putih, dan sari kaya ketan. Namun, nasi goreng yang gurih dengan taburan dendeng krispi potong kecil, mi rebus yag segar dan bertabur kerupuk merah khas Minang, mi goreng, dan soto Minang sangat sayang kalau sampai dilewatkan. Menu-menu yang disebut terakhir merupakan menu tambahan sejak tahun 2001. Tepatnya, setelah Uni Rat, yang kini mengelola bofet, meneruskan usaha kedua orangtuanya. Tak ketinggalan, menu khas seperti bubur kampiun.


Pukul  05.30, semua menu sudah bisa dipesan lantaran bofet yang didirikan sejak 1977 silam ini sudah buka. Pada pukul 11.00-12.00, biasanya seluruh menu sudah habis dan harus dibuat lagi. Kalaupun tidak habis, masih bisa dipanaskan agar tidak basi. Untuk satu porsi bubur kampiun, harganya Rp 6000. Namun, bila satu porsi terdiri dari dua jenis bubur atau lebih, harganya menjadi Rp 8000. Bubur kampiun ini, menurut Uni Rat, menjadi langganan Kantor Walikota dan PLN setempat setiap kali ada acara. Sementara itu ampiang dadiah, dijual seharga Rp 20.000 per porsi. Sedangkan, sari kaya ketan, gado-gado, mi tahu, dan pecak lontong masing-masing dijual Rp 13.000 per porsi. Anda bisa menikmati menu-menu ini sampai Bofet Sianok yang digawangi delapan pegawai tutup pukul 23.00. Rasa makanannya yang lezat membuat tempat makan ini tak pernah sepi pembeli, terutama di pagi hari.


RESTORAN GUMARANG : Menu Unik Dan Tradisional Khas Minang.


Restoran yang satu ini terletak di Jalan M. Syafei, Pasar Padang Panjang, sekitar 76 km dari Padang. Dari luar, bangunan ini tampak biasa saja, bahkan terkesan tua. Maklum, restoran ini sudah berdiri sejak 1970. Namun, jangan remehkan rasa yang ditawarkan restoran yang selalu menjadi tujuan wisatawan dan warga lokal ini. Belum lagi, menunya banyak yang unik dan tradisional khas Minang. Sebut saja ampiang dadiah yang menjadi menu favorit. Ampiang dadiah adalah camilan yang terdiri dari ampiang atau beras ketan merah yang ditumbuk sampai pipih, lalu disiram dadiah, kuah santan dan gula merah cair. Dadiah bentuknya serupa yoghurt, hanya saja terbuat dari susu kerbau yang difermentasikan di dalam bumbung bambu pendek. Rasanya tidak seasam yoghurt dan langsung meleleh di mulut, terasa menyegarkan di sela-sela manisnya gula merah.

Ampiang dan dadiah merupakan makanan khas sekitar Padang Panjang, Bukittinggi, dan Tanah Datar, tapi disatukan menjadi menu baru oleh Restoran Gumarang puluhan tahun silam, bisa diberi serutan es batu maupun tidak. Sejak itulah, Gumarang makin ramai oleh pembeli. Belum lagi, menu lain seperti pokat ketan yang rasanya membuat ketagihan. Pokat ketan tak lain adalah ketan kukus yang disiram avokad yang telah diblender plus susu coklat, disajikan dingin. Banyak pengunjung yang menjadikan menu ini sebagai favorit.


Ada pula menu sari kayo ketan. Rasa kuah kental santan bercampur telur dan gula merah yang disiram di atas ketan sungguh sulit dilupakan. Belum lagi, es kampiun yang merupakan gabungan dari bubur sumsum, ketan, kolak pisang, cendol, cenil, dan kacang hijau yang disajikan dengan serutan es batu. Yang juga digemari di restoran ini adalah teh talua, teh yang dicampur kuning telur dan disajikan hangat, cocok untuk hawa Padang Panjang yang dingin.

Untuk melayani pelanggan yang silih berganti sejak pagi hingga malam, Gumarang buka mulai pukul 06.00-22.30. Rata-rata, menu yang ditawarkan harganya sekitar Rp 20.000-an per porsi. Sebaiknya, jangan datang ke restoran yang tutup saat sholat Jumat ini dalam kondisi perut kenyang. Datanglah beramai-ramai agar banyak menu yang bisa dicoba. Sebab, ada ungkapan yang mengatakan, belum ke Padang Panjang kalau belum ke Restoran Gumarang.


TONGSENG : Hidangan Berbahan Kambing Yang Fleksibel.


Tongseng adalah salah satu hidangan berbahan daging kambing yang populer saat makan di luar. Tongseng mempunyai riwayat hidup yang panjang. Berawal dari kebiasaan menyantap daging kambing yang dibawa para pedagang Arab dan India ke Indonesia pada abad 18 dan 19. Hadirnya orang-orang Arab dan India di Tanah Air memunculkan daerah-daerah yang dihuni oleh mereka di banyak tempat di nusantara, utamanya di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Akulturasi budaya pun terjadi, juga budaya kuliner mereka, dengan budaya setempat.
Warga lokal pun mulai mengolah masakan kambing. Hidangan daging kambing tahap awal adalah sate kambing. Cara penyiapan dan penyajiannya khas nusantara. Kekhasan itu terletak pada penggunaan kecap manis. Sate nusantara biasanya hanya menggunakan daging atau hati. Sisanya jeroan dan tulang dimasak dengan rempah-rempah dan santan. Karena itu, masakan berikutnya adalah gulai kambing. Tak mengherankan jika kini di tempat penjualan sate selalu dijual pula gulai kambing. Setelah sate dan gulai kemudian masyarakat di selatan Jawa mulai meracik menu baru. Saat itu pabrik gula pasir dan gula merah tradisional mulai beroperasi dan pabrik kecap manis mulai berproduksi. Terciptalah sebuah hidangan yang dibuat dengan cara mengoseng daging kambing bersama kecap, aneka bumbu iris, dan memasaknya dengan kuah gulai. Untuk menambah tekstur dan kesegaran, diberi irisan tomat dan kubis. Hidangan ini kemudian dikenal dengan nama tongseng.


Cikal bakal hidangan tongseng dipercaya berasal dari Kecamatan Klego, Boyolali. Dulunya, masyarakat kecamatan Klego mencari nafkah dengan bertani. Tetapi, ternyata mata pencaharian ini belum dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Akhirnya mereka beralih profesi ke menjual sate dan tongseng sampai sekarang. Bahkan, kita bisa menemukan patung sate tongseng yang menunjukkan kebanggaan masyarakat Klego pada hidangan berbahan kambing ini. Tongseng merupakan hidangan yang sangat fleksibel. Masakan ini dapat menggunakan berbagai bagian kambing, mulai dari daging, jeroan, tulang, buntut, dan lain-lainnya. Ada dua metode memasak tongseng. Cara pertama adalah dengan membuat gulai dengan membubuhkan bumbu yang dihaluskan. Cara kedua dengan menumis. Yakni, semua bumbu dimasukkan dengan potongan daging mentah. Kedua cara ini menunjukkan betapa membuat tongseng amatlah mudah dan cepat. Dalam waktu sepuluh menit pun sudah bisa dihidangkan. 

Tongseng pun tak harus berbahan dasar daging kambing. Banyak juga orang yang memasak tongseng daging sapi, bahkan pernah pula ditemukan tongseng ayam kampung, kelinci, bahkan jamur. Persebaran tongseng diikuti dengan keragaman bumbu dan penyajian yang sedikit dimodifikasi, tetapi tetap berakar pada cita rasa autentik. Namun, di tengah keragaman tersebut, kecap tetap menjadi salah satu bahan kunci yang memantapkan rasa manis dan gurih hidangan tongseng kambing nusantara. Konsep tongseng adalah keseimbangan. Penyeimbang bumbu beraroma dan cita rasa kuat itu adalah kecap manis. Kecap juga memberi rasa legit dari kuah aroma kambing yang khas. Lalu, lalapan kol, timun, tomat, dan bawang merah bersifat 'mendinginkan' daging kambing yang 'panas'.


Kini, banyak rumah makan menjual tongseng dengan aneka modifikasi itu. Tongseng super pedas adalah andalan Tongseng Petir Pak Nano di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Sutiyarno, sang pemilik, memulai usahanya sejak 1984. Tongseng buatannya memiliki rasa pedas yang menggelegar karena penggunaan cabai rawit yang royal. Tongseng berkuah buatan lelaki kelahiran tahun 1947 ini sejatinya adalah tongseng klasik. Tetapi, modifikasinya hanya pada tingkat kepedasan. Banyak orang yang tertarik menjajal tongseng pedasnya yang dipercaya berkhasiat, bisa menghilangkan masuk angin. Bagai tingkat pendidikan, rasa pedas tongseng buatan Sutiyarno pun bertingkat. Ada level PAUD yang tak pedas, play group, TK, SD, SMP, SMA, D-3, dan seterusnya hingga yang tertinggi 'profesor'. Berbagai tingkatan ini tak pelak menyentil urat penasaran mereka yang datang untuk mencicipi masakan berbahan dasar daging kambing ini. Tentu saja, bila tak terbiasa makan cita rasa terlalu pedas, bisa membuat sakit perut. Untuk rasa pedas itu, Sutiyarno menyiapkan cabai rawit dan lada hitam. Ia menjelaskan, kunci menghadirkan rasa pedas adalah dengan mengiris cabai hingga bijinya.


Tongseng klasik diwakili oleh Tongseng Pondok Sate Kambing Muda Pejompongan, Jakarta. Kuah tongsengnya cair dan banyak. Usaha yang dijalankan oleh Pak Sukatni sejak tahun 1994 ini, merupakan salah satu pondok sate paling legendaris di Jakarta. Sukatni memperoleh keterampilan membuat tongseng dari tempat ia bekerja sebelumnya. Tongseng Sukatni menjadi menu yang difavoritkan karena dagingnya sangat empuk dan berbumbu.


Ada pula Tongseng Kicik Pak Jede, di Yogyakarta. Pembuatannya sangat mirip pembuatan tongseng pada umumnya. Tetapi, bila biasanya tongseng berkuah encer dan banyak, tongseng kicik dimasak hingga tampilannya nyemek-nyemek alias becek, mirip dengan baceman. Kuah tongseng diresapkan sepenuhnya sehingga meninggalkan sedikit cairan yang lebih mirip saus, kental, dan berbumbu. Tongseng kicik dibuat dengan masih menggunakan resep warisan sejak 1960-an. Kunci kelezatan tongseng tak lepas dari pembuatan kuah gulai. Tanpa kuah gulai yang enak, tongseng pun akan hambar. Para pelanggan menggemari tongseng kicik bagian paha, balungan, dan torpedo. Sementara untuk jeroan, menurut pengelolanya, kurang disukai. 


IKAN KAYU (KEUMAMAH) CAP KAPAL TSUNAMI : Oleh-Oleh Khas Banda Aceh.


Keumamah alias ikan kayu merupakan salah satu ikon kuliner di kota Banda Aceh. Di kota ini, anda bisa menemukan banyak pengrajin keumamah dan bisa membawanya sebagai buah tangan. Keumamah berbahan baku ikan tongkol yang dikeringkan dengan cara dijemur kemudian direbus dan diasap. Ikan ini pun siap diolah dan disajikan sebagai lauk yang sungguh sedap. Salah satu produksi keumamah yang cukup terkenal adalah keumamah milik Fauziah dengan merek Cap Kapal Tsunami. Fauziah yang bangkit dari keterpurukannya setelah bencana tsunami mendapatkan pelatihan mengolah keumamah yang dulunya banyak dikerjakan oleh kaum laki-laki.

Setelah mendapatkan pelatihan, bermodal Rp 500.000, Fauziah pun mulai memproduksi keumamah dalam bentuk kemasan. Usaha pengolahan ikan kayu dalam bentuk kemasan ini memang pioner, sebelumnya ikan kayu masih dalam bentuk batangan dan dengan ukuran yang cukup besar. Menurut Fauziah, orang Aceh sangat menyukai makanan ini. Dari situ, ia pun melihat peluang membuatnya menjadi lebih praktis dan menjadikannya sebagai oleh-oleh. Fauziah mengiris kecil-kecil ikan kayu, jadi pembeli tinggal mencuci dan memasaknya. Kalau kreatif, bisa dicampurkan ke berbagai masakan, tidak melulu dibuat asam keumamah, tetapi juga bisa dicampurkan pada oseng tahu dan tauge, atau campur teri dan kacang.

Untuk mendapatkan keumamah Cap Kapal Tsunami, anda bisa membelinya di gampong Lampulo di depan kompleks wisata Kapal Atas Rumah. Keumamah milik Fauziah kini juga sudah berkembang dan melakukan banyak inovasi. Salah satunya adalah keumamah crispy yang dikemas rapi dalam kotak berukuran 100 gram dan dibanderol dengan harga cukup murah, yaitu mulai dari Rp 30.000.

MIE RAZALI - BANDA ACEH : Citarasa Mie Khas Aceh Sepanjang Masa.


Pencinta kuliner mie tentu tak akan melewatkan untuk menikmati kelezatan mie Aceh yang terkenal. Uniknya, di kota Banda Aceh, tak ada lagi sebutan mie Aceh, melainkan langsung merujuk kepada lokasi atau nama pemiliknya, misalnya Mie Razali, Mie Ayah Iy, Mie Lala, dan masih banyak lainnya. Nama Mie Razali adalah yang pertama selalu menjadi rekomendasi bagi para pendatang. Berlokasi di kawasan kuliner malam Peunayong, tepatnya di jalan Panglima Polem No. 83-85, Mie Razali menjadi spot kuliner yang wajib disinggahi. Beberapa bahkan menyebutkan, tidak sah rasanya berkunjung ke Banda Aceh sebelum mencicipi kuliner Mie Razali ini.

Pamor Mie Razali semakin naik setelah Presiden Jokowi datang dan membuktikan sendiri kelezatan olahan mie ini. Ya, tempat makan ini memang seakan tak pernah sepi dari pengunjung. Ketika memasuki tempat makan ini, pemandangan pertama yang terlihat adalah keramaian pengunjung. Selain itu, aroma tumisan rempah khas Aceh yang menyeruak hidung pun terasa menggoda lidah. Kelezatan Mie Razali yang memiliki slogan "Citarasa Sepanjang Masa", ini tampaknya memang bukan isapan jempol semata. Mie yang digagas oleh sang pemilik, Razali, ini sudah beroperasi sejak tahun 1967 dan menjadi usaha keluarga turun temurun. Bahkan cabangnya kini tersebar di kota seperti Aceh Besar dan Aceh Tengah.


Tempat makan ini menyediakan tiga jenis penyajian mie, seperti mie rebus, mie goreng, dan mie goreng basah atau yang dikenal seperti mie nyemek. Sedangkan untuk isiannya, Mie Razali menyediakan aneka isian yang variatif, mulai dari ayam, daging, udang, jamur, cumi-cumi, dan kepiting. Tak ketinggalan emping sebagai pendamping mie, sehingga semakin komplet. Sama seperti mie Aceh yang lain, bahan mie yang digunakan adalah mie lidi berbentuk silinder menyerupai spageti. Apabila anda menyukai porsi besar, maka Mie Razali merupakan pilihan yang tepat. Tetapi jika anda tak suka porsi besar, anda bisa memesannya dalam porsi setengah atau membaginya dengan teman makan anda. Mie yang dibumbui dengan rempah khas ini berwarna merah mengkilat. Tapi tak perlu khawatir, karena ternyata tak terlalu pedas seperti kelihatannya.

Harga yang ditawarkan juga sangat bersahabat. Untuk mencicipi mie lezat ini, anda hanya perlu menyiapkan kocek mulai dari Rp 10.000. Seporsi mie kepiting atau mie campur yang terdiri dari berbagai isian, anda hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 40.000. Sebagai pelengkap disediakan berbagai sajian minuman dingin dan jus, seperti jus terong belanda, avokad, jeruk, mangga dan berbagai buah lainnya yang juga harganya tidak membuat kantong anda bolong. 

RUMAH MAKAN SYIAH KUALA - BANDA ACEH : Sajian Kuliner Tradisi Aceh.


Berlokasi di kawasan Jalan Syiah Kuala, Lamdingin, Banda Aceh, Rumah Makan Syiah Kuala menawarkan cita rasa makanan tradisional yang terinspirasi dari masakan Aceh dan sekitarnya. Bangunan rumah makan yang khas beserta suasana yang asri menambah kenikmatan menyantap sajian tradisional yang ditawarkan. Pelayanan yang diberikan pun terhitung cepat, pengunjung tak perlu menunggu lama untuk langsung mencoba kuliner yang disajikan.

Ada banyak varian menu makanan, dan konsumen bisa memilih mana yang disukai. Mulai dari ayam kampung panas, asam keumamah, plik u, kari kambing muda khas Aceh Rayeuk, asam udang Ie, asam camplie, asam kepiting keumamah gulai kampoeng, asam teri tepep, ikan paya tangkap goreng, daging bakar cincang, daging goreng garing, ayam tangkap, dan masih banyak menu lain yang pasti akan menggoyang lidah. Dari semua sajian tersebut, menu andalan yang selalu dicari para konsumen adalah asam keumamah. Menu ini menjadi favorit melengkapi menu lain, seperti ayam kampung goreng. Ayam goreng ini disajikan dengan daun kari dan daun pandan yang sudah dibumbu dan digoreng renyah. Satu lagi yang tidak ketinggalan sering dipesan adalah kari kambing muda.

Semua masakan diolah dengan cita rasa tradisional khas Aceh dan sekitarnya. Keumamah, yang memang terkenal dari Aceh dan menjadi ikon kuliner wilayah setempat, adalah ikan kayu atau ikan tongkol yang dimasak dengan cara pengasapan. Diolah bersama kecombrang, dengan bumbu bawang putih sedikit, asam, serta cabai hijau, menjadikan asam keumamah nikmat tak hanya sebagai pelengkap, tetapi juga menjadi lauk utama. Tak hanya melayani konsumen di rumah makan, rumah makan ini juga melayani pesan antar. Menu ayam tangkap adalah menu spesial khusus untuk pesanan, karena membuatnya memang harus dibumbui lagi.

Soal harga, lumayan terjangkau untuk semua kalangan. Harga di rumah makan ini terhitung murah, mulai Rp 10.000 per porsi, jadi bisa dinikmati semua orang. Dari pengusaha, pekerja kantoran, sampai mahasiswa, bisa menikmati kelezatan masakan Rumah Makan Syiah Kuala. Kari kambing yang paling mahal pun hanya dihargai Rp 20.000 seporsi. Tak heran, tempat ini selalu menjadi rekomendasi dan dipadati para pelanggan dan pendatang. Rumah Makan Syiah Kuala sudah buka sejak 2014, dan sekarang penikmatnya semakin bertambah. Semua menu otentik dan original khas Aceh dari resep sang nenek pemilik rumah makan yang akan terus dilestarikan. 

MOST RECENT