MENIKMATI LEZATNYA SATAI KHAS SUMBAWA DI PULAU LOMBOK.


Popularitas Lombok sebagai destinasi wisata berkembang pesat beberapa tahun terakhir. Masyarakat dari berbagai negara mulai mengetahui ada pantai berpasir putih dan berombak biru di sana. Tak hanya keindahan alam yang masyhur. Lombok juga semakin dikenal karena berbagai kuliner khas Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebut saja Ayam Taliwang, Satai Bulayak, Satai Rembiga, hingga Nasi Puyung. Rasanya kurang lengkap jika sudah mendatangi Lombok, tapi tidak mencicipi kuliner tersebut.

Jika bosan dengan menu yang itu-itu saja, ada kuliner alternatif yang patut dicoba, yakni satai khas Sumbawa. Cita rasa satai dari Pulau Sumbawa ini tak kalah dengan satai lainnya. Pecinta kuliner bisa berkunjung ke Warung Satai Happy di Jalan Panji Tilar Negara, Ampenan, Mataram, atau sekitar 900 meter dari Museum NTB. Perpaduan daging sapi yang berjejer rapi dalam tusukan dengan lumuran adonan dari asam, garam, bawang, dan cabai merah, membuat mulut enggan berhenti mengunyah satai tersebut. Tambahan sambal kecap semakin menambah kenikmatan saat menyantapnya. Kolaborasi rasa asam, manis, asin, dan pedas terasa sampai ke lidah.

Pemilik Satai Happy khas Sumbawa, Happy Akbar mengatakan, keunikan satai ini terletak pada kandungan buah asam yang didatangkan langsung dari Sumbawa. Tidak sembarang asam, asam sumbawa bila sudah kelamaan dan menghitam, akan mempengaruhi rasa. Selain asam, kualitas daging sapi juga menjadi perhatian khusus baginya. Ia memilih daging sapi murni yang masih segar, tidak ada lemak, dan bukan jeroan. Kesegaran daging akan berdampak besar dalam cita rasa satai miliknya ini. Satai ini lebih nikmat bila disantap saat baru matang.

Satu porsi satai dibanderol dengan harga Rp 25 ribu. Satai Happy beroperasi penuh setiap hari sejak pagi sampai malam. Namun disarankan untuk tidak datang kelewat malam jika tidak ingin kehabisan. Sebagai pecinta kuliner, warga Jempong Baru, Sekarbela, Mataram ini merasa terpanggil untuk ikut berkontribusi memajukan pariwisata NTB. Caranya dengan menghadirkan hidangan kuliner yang lezat. Kehadiran satai ini juga merupakan kecintaan Happy akan masakan khas daerah asalnya agar semakin dikenal orang di luar Sumbawa. Menurut Happy, seberapa pun jauhnya orang Sumbawa merantau, pasti memiliki kerinduan masakan asalnya.

Happy lantas mencoba menyediakan sesuatu yang menjadi kerinduan, terutama orang Sumbawa yang ada di Lombok. Keberadaan satai miliknya bisa menambah kekayaan kuliner di Pulau Lombok untuk menyambut kedatangan wisatawan. Pria yang juga menekuni bisnis dalam usaha budidaya mutiara ini mengaku menggelontorkan dana sebesar Rp 20 juta untuk membuka Satai Happy. Semuanya dialokasikan untuk peralatan, sewa tempat, hingga bahan baku.

Happy mengaku tak ada kendala berarti saat memulai bisnis ini. Iklim kemudahan usaha di Lombok sudah sangat baik. Terlebih, untuk usaha kuliner yang bersifat halal food, karena di pulau ini memang dominan muslim. Meski baru merintis, Happy sudah memikirkan rencana mengembangkan usahanya ini. Ia sudah bersiap untuk melebarkan sayap dengan membuka gerai satainya di Cakranegara, Mataram. Kawasan itu dikenal sebagai pusat perniagaan dan wisata. Dia juga berharap usaha satainya ini semakin dikenal luas tak hanya di NTB, tapi juga seluruh Indonesia. 

OLAHAN MAKANAN DAGING PALA DARI BANDA NEIRA.


Pala lebih dikenal sebagai rempah-rempah penguat rasa makanan. Beginilah orang mungkin mendeskripsikannya : berbentuk bulat, tekstur berwarna cokelat tua hingga kehitaman setelah dijemur beberapa lama. Namun, sebenarnya yang digambarkan itu adalah biji pala, bukan buah pala secara keseluruhan. Sebagian kalangan yang tinggal di Jawa mungkin mengenal buah pala dari manisan yang sering dijual di Bogor, Jawa Barat. Namun, sejatinya buah pala jika ditarik garis awal dikenal berasal dari Kepulauan Banda Neira, Maluku Tengah.

Di tempat asalnya, buah pala tidak hanya dibuat menjadi manisan. Dulu jika biji pala sudah diambil, daging yang melapisi biji itu langsung dibuang karena tidak memiliki nilai lebih. Melihat kondisi itu, maka mulailah daging pala diolah menjadi pelbagai jenis makanan yang tidak kalah menjual dibandingkan biji pala. Sari Banon, adalah salah satu yang memanfaatkan daging pala untuk membuat makanan khas Banda Neira yang bisa menjadi oleh-oleh. Olahannya pun bermacam-macam, dari manisan, sirup, selai, hingga dodol.

Sari mendapatkan resep-resep pengolahan daging pala langsung dari neneknya yang dulu mengabdi pada keluarga Belanda yang tinggal di Banda Neira. Sang Nenek adalah pesuruh yang meladeni kebutuhan sehari-hari, termasuk makanan mereka. Tak heran bila ia mengetahui cara mengolah daging pala yang tidak dibawa oleh Belanda. Sari menjelaskan, di Pulau Banda Neira Besar yang menjadi salah satu pulau dengan perkebunan pala yang besar, daging pala memang tidak terpakai. Masyarakat setempat hanya mengambil bijinya saja. Maka itu, pengolahan daging pala hanya dilakukan oleh masyarakat di Pulau Neira.


Kreasi berbagai makanan dari buah pala, menurut Sari Banon, memang perlu perlakuan khusus. Untuk membuat manisan misalnya, buah pala dipotong menjadi dua dan bijinya dikeluarkan. Setelah itu, daging pala direndam dengan air asin selama sehari. Hal yang membuat manisan ini berbeda adalah air asin yang digunakan sebagai perendam pala diambil langsung dari air laut, bukan dari air garam buatan. Air lautnya pun berasal dari tengah laut, yang lebih bagus kadar garamnya daripada di pinggir pantai.

Setelah buah pala tanpa biji itu direndam seharian, barulah kulit kuning yang menutupi dibersihkan dan daging pala bagian tengah dibersihkan dari selaput putih yang masih tertinggal di tengah, tempat asal biji. Daging pala yang sudah bersih kemudian dipotong tipis menyerupai kipas dan dijepit dengan kedua tangan untuk mengeluarkan cairan di dalamnya. Cairan tersebut merupakan cairan asam yang perlu dibuang agar menghasilkan manisan yang lebih manis. Untuk semakin menambah rasa manis, diperlukan gula pasir untuk menutupi seluruh bagian pala yang kemudian didiamkan hingga tiga hari. Ketika gula sudah meresap, tetapi masih terlihat butirannya, daging pala dijemur di bawah sinar matahari selama dua hari hingga berwarna cokelat tua. Ketika di makan, tekstur pala akan sedikit keras dengan rasa manis gula. Sedikit aroma dan rasa khas biji pala masih tersimpan di dalam dagingnya.


Berbeda dengan pembuatan manisan yang cukup memakan waktu lama, selai pala cenderung lebih praktis. Pembuatannya cukup dalam waktu singkat. Hanya perlu blender sebagai alat pendukung menghaluskan daging pala. Cukup dengan membersihkan daging pala dari kulitnya dan direbus dengan air mendidih selama dua jam. Setelah itu, sisihkan air dan giling daging pala tanpa perlu sampai benar-benar halus. Untuk menambah rasa, Sari menyarankan menambahkan gula secukupnya agar rasa asam tidak terlalu terasa ketika dimakan.

Untuk pembuatan sirup, ibu enam anak ini mengaku memiliki dua metode pembuatan. Cara pertama disebut dengan peras mentah, di mana daging pala yang sudah bersih diparut kemudian diperas hingga mengeluarkan sari. Sari yang dihasilkan dimasak dengan gula hingga mendidih. Sedangkan cara lainnya, dengan merebus daging pala terlebih dahulu di dalam air mendidih hingga lebih lunak. Daging pala yang sudah ditiriskan diperas hingga mengeluarkan sari dan hasil itu direbus kembali hingga mendidih. Sari Banon menambahkan, untuk yang peras mentah dibutuhkan 100 buah pala dan dua kilogram gula. Sementara yang direbus dahulu, perlu lima kilogram gula untuk 500 buah pala. Resep pembuatan sirup mentah adalah hasil kreasi Sari Banon sendiri. Menurutnya, hasil yang diperoleh dengan cara itu lebih hemat dan rasa segar dari asam dan manis seimbang dan lebih menyegarkan. Namun, cara kedua dinilai lebih sehat untuk mengolah sirup sebagai oleh-oleh.


Sementara itu cara membuat dodol lumayan sederhana. Cukup dengan menggiling daging pala yang telah bersih ke mesin penggiling kelapa, mesin itu akan menghasilkan bulir-bulir daging yang nantinya diuleni dengan gula. Sari biasa menambahkan pewarna makanan untuk menambah kesan visual yang lebih menarik. Untuk satu kilogram daging pala, ia menggunakan satu kilogram gula. Sari menjelaskan, semua makanan yang dibuatnya memang memakai gula sebagai kunci pengawet alami makanan. Dan seluruh makanan olahannya ini akan awet disimpan hingga satu tahun.

Di Pulau Neira yang merupakan pusat Kecamatan Banda juga mudah ditemukan penjualan beragam oleh-oleh khas daging pala. Selain bentuk kasarnya, beberapa kafe pun menjual olahan jadi yang bisa langsung dinikmati dari pala. Nut Meg Cafe, salah satunya, mencoba menawarkan beberapa rangkaian, mulai es sirup pala, kopi pala, hingga pancake saus pala. Pancake pala sama dengan pancake pada umumnya, hanya jika biasanya 'diguyur' sirup maple sebagai topping, penggantinya adalah dengan sirup pala. Sedangkan, kopi pala sendiri merupakan seduhan kopi hitam yang mendapatkan serutan biji pala kering. 


MOST RECENT